Rabu, 25 Januari 2012

SIKAP ULAMA TERHADAP TAUHID

oleh : Syaikh Muhammad Jamil Zainu

Ulama adalah pewaris para nabi, Dan menurut keterangan Al-Qur'an, yang pertama kali diserukan oleh para nabi adalah tauhid, sebagaimana disebutkan Allah dalam firmanNya:

"Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), 'Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut," (An-Nahl: 36)

Karena itu wajib bagi setiap ulama untuk memulai dakwahnya sebagaimana para rasul memulai. Yakni pertama kali menyeru manusia kepada mengesakan Allah dalam segala bentuk peribadatan. Terutama dalam hal do'a, sebagaimana disabdakan Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam :

"Do'a adalah ibadah". (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits ha-san shahih)

Saat ini kebanyakan umat Islam terjerumus ke dalam perbuatan syirik dan berdo'a (memohon) kepada selain Allah. Hal inilah yang menyebabkan kesengsaraan mereka dan umat-umat terdahulu. Allah membinasakan umat-umat terdahulu karena mereka berdo'a dan beribadah kepada selain Allah, seperti kepada para wali, orang-orang shalih dan sebagainya.

Adapun sikap ulama terhadap tauhid dan dalam memerangi syirik, terdapat beberapa tingkatan:

Tingkatan paling utama:

Mereka adalah ulama yang memahami tauhid, memahami arti penting tauhid dan macam-macamnya. Mereka mengetahui syirik dan macam-macamnya. Selanjutnya para ulama itu melaksanakan kewajiban mereka: menjelaskan tentang tauhid dan syirik kepada manusia dengan menggunakan hujjah (dalil) dari Al-Qur'anul Karim dan hadits-hadits shahih . Para ulama tersebut, tak jarang sebagaimana para nabi dituduh dengan berbagai macam tuduhan bohong, tetapi mereka sabar dan tabah. Syi'ar dan semboyan mereka adalah firman Allah:
"Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik." (Al-Muzammil: 10)

Dahulu kala, Luqmanul Hakim mewasiatkan kepada putranya, seperti dituturkan dalam firman Allah:
"Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)." (Luqman: 17)

Tingkatan kedua:

Mereka adalah ulama yang meremehkan dakwah kepada tauhid yang menjadi dasar agama Islam. Mereka merasa cukup mengajak manusia mengerjakan shalat, memberikan penjelasan hukum dan berjihad, tanpa berusaha meluruskan aqidah umat Islam. Seakan mereka belum mendengar firman Allah Subhanahu wata'ala :
"Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." (Al-An'am: 88)

Seandainya mereka dahulu mengajak kepada tauhid sebelum mendakwahkan kepada yang lain, sebagaimana yang dilakukan oleh para rasul, tentu dakwah mereka akan berhasil dan akan mendapat pertolongan dari Allah, sebagaimana Allah telah memberikan pertolongan kepada para rasul dan nabiNya. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (An-Nuur: 55)
Karena itu, syarat paling asasi untuk mendapatkan pertolongan Allah adalah tauhid dan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.

Tingkatan ketiga:

Mereka adalah ulama dan du'at yang meninggalkan dakwah kepada tauhid dan memerangi syirik, karena takut ancaman manusia, atau takut kehilangan pekerjaan dan kedudukan mereka. Karena itu menyembunyikan ilmu yang diperintahkan Allah agar mereka sampai-kan kepada manusia. Bagi mereka adalah firman Allah:
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati." (Al-Baqarah: 159)

Semestinya para du'at adalah sebagaimana difirmankan Allah:
"(Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepadaNya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah," (Al-Ahzab: 39)
Dalam kaitan ini Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa menyembunyikan ilmu, niscaya Allah akan mengekangnya dengan kekang dari api Neraka." (HR. Ahmad, hadits shahih)

Tingkatan keempat:

Mereka adalah golongan ulama dan para syaikh yang menentang dakwah kepada tauhid dan menentang berdo'a semata-mata kepada Allah. Mereka menentang seruan kepada peniadaan do'a terhadap selain Allah, dari para nabi, wali dan orang-orang mati. Sebab mereka membolehkan yang demikian.

Mereka menyelewengkan ayat-ayat ancaman berdo'a kepada selain Allah hanya untuk orang-orang musyrik. Mereka beranggapan, tidak ada satu pun umat Islam yang tergolong musyrik. Seakan-akan mereka belum mendengar firman Allah:

"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al-An'am: 82)
Dan kezhaliman di sini artinya syirik, dengan dalil firman Allah:
"Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar." (Luqman: 13)

Menurut ayat ini, seorang muslim bisa saja terjerumus kepada perbuatan syirik. Hal yang kini kenyataannya banyak terjadi di negara-negara Islam.
Kepada orang-orang yang membolehkan berdo'a kepada selain Allah, mengubur mayit di dalam masjid, thawaf mengelilingi kubur, nadzar untuk para wali dan hal-hal lain dari perbuatan bid'ah dan mungkar, kepada mereka Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam memperingatkan:
"Sesungguhnya aku sangat takutkan atas umatku (adanya) pemimpin-pemimpin yang menyesatkan." (Hadits shahih, riwayat At-Tirmidzi)

Salah seorang Syaikh Universitas Al-Azhar terdahulu, pernah ditanya tentang bolehnya shalat atau memohon ke kuburan, kemudian syaikh tersebut berkata, "Mengapa tidak dibolehkan shalat (memohon) ke kubur, padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam di kubur di dalam masjid, dan orang-orang shalat (memohon) ke kuburannya?"
Syaikh Al-Azhar menjawab: "Harus diingat, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam tidak dikubur di dalam masjidnya, tetapi beliau dikubur di rumah Aisyah. Dan Rasulullah melarang shalat (memohon) ke kuburan. Dan sebagian dari do'a Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam adalah:

"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari ilmu yang tidak bermanfaat." (HR. Muslim)
Maksudnya, yang tidak aku beritahukan kepada orang lain, dan yang tidak aku amalkan, serta yang tidak menggantikan akhlak-akhlakku yang buruk menjadi baik. Demikian menurut keterangan Al-Manawi.

Tingkatan kelima:

Mereka adalah orang-orang yang mengambil ucapan-ucapan guru dan syaikh mereka, dan menta'atinya meskipun dalam maksiat kepada Allah. Mereka adalah orang-orang yang melanggar sabda Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam :

"Tidak (boleh) ta'at (terhadap perintah) yang di dalamnya terdapat maksiat kepada Allah, sesungguhnya keta'atan itu hanyalah dalam kebajikan." (HR. Al-Bukhari)

Pada hari Kiamat kelak, mereka akan menyesal atas keta'atan mereka itu, hari yang tiada berguna lagi penyesalan. Allah menggambarkan siksaNya terhadap orang-orang kafir dan mereka berjalan di atas jalan kufur, dalam firmanNya:
"Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam Neraka, mereka berkata, 'Alangkah baiknya, andaikata kami ta'at kepada Allah dan ta'at (pula) kepada Rasul.' Dan mereka berkata, 'Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menta'ati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka adzab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar." (Al-Ahzab: 66-68)

Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini berkata, "Kami mengikuti para pemimpin dan pembesar dari para syaikh dan guru kami, dengan melanggar keta'atan kepada para rasul. Kami mempercayai bahwa mereka memiliki sesuatu, dan berada di atas sesuatu, tetapi kenyata-annya mereka bukanlah apa-apa."

KEUTAMAAN TAUHID

oleh : Syaikh Muhammad Jamil Zainu

A. KEUTAMAAN TAUHID

Allah Subhanahu wata'ala berfirman:
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al-An'am: 82)

Abdullah bin Mas'ud meriwayatkan, "Ketika ayat ini turun, banyak umat Islam yang merasa sedih dan berat. Mereka berkata siapa di antara kita yang tidak berlaku zhalim kepada dirinya sendiri? Lalu Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam menjawab:

"Yang dimaksud bukan (kezhaliman) itu, tetapi syirik. Belumkah kalian mendengar nasihat Luqman kepada puteranya, "Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah (syirik) benar-benar suatu kezhaliman yang besar" (Luqman: 13) (Mutafaq Alaih)

Ayat ini memberi kabar gembira kepada orang-orang beriman yang mengesakan Allah. Orang-orang yang tidak mencampur adukkan antara keimanan dengan syirik. Serta menjauhi segala bentuk perbuatan syirik. Sungguh mereka akan mendapatkan keamanan yang sempurna dari siksaan Allah di akhirat. Mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk di dunia.

Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda:

"Iman memiliki lebih dari enam puluh cabang. Cabang yang paling utama adalah 'Laa Ilaaha Illallah'dan cabang paling rendah adalah menyingkirkan kotoran dari jalan." (HR. Muslim)
B. TAUHID PENGANTAR BAHAGIA DAN PELEBUR DOSA

Dalam kitab Dalilul Muslim fil I'tiqaadi wat Tathhiir karya Syaikh Abdullah Khayyath dijelaskan, "Dengan kemanusiaan dan ketidakmaksumannya, setiap manusia berkemungkinan terpeleset, terjerumus dalam maksiat kepada Allah."

Jika dia adalah seorang ahli tauhid yang murni dari kotoran-kotoran syirik maka tauhidnya kepada Allah, serta ikhlasnya dalam mengucapkan "Laa ilaaha illallah" menjadi penyebab utama bagi kebahagiaan dirinya, serta menjadi penyebab bagi penghapusan dosa-dosa dan kejahatannya. Sebagaimana dijelaskan dalam sabda Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam :

"Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah semata, tiada sekutu bagiNya, dan Muhammad adalah hamba dan utusanNya, dan kalimatNya yang disampaikanNya kepada Maryam serta ruh daripadaNya, dan (bersaksi pula bahwa) Surga adalah benar adanya dan Neraka pun benar adanya maka Allah pasti memasukkannya ke dalam Surga, apapun amal yang diperbuatnya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Maksudnya, segenap persaksian yang dilakukan oleh seorang muslim sebagaimana terkandung dalam hadits di atas mewajibkan dirinya masuk Surga, tempat segala kenikmatan. Sekalipun dalam sebagian amal perbuatannya terdapat dosa dan maksiat. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam hadits qudsi, Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

"Hai anak Adam, seandainya engkau datang kepadaKu dengan dosa sepenuh bumi, sedangkan engkau ketika menemuiKu dalam keadaan tidak menyekutukanKu sedikitpun, niscaya Aku berikan kepadamu ampunan sepenuh bumi pula." (HR. At-Tirmidzi dan Adh-Dhayya', hadits hasan)

Maknanya, seandainya engkau datang kepadaKu dengan dosa dan maksiat yang banyaknya hampir sepenuh bumi, tetapi engkau meninggal dalam keadaan bertauhid, niscaya aku ampuni segala dosa-dosamu itu.

Dalam hadits lain disebutkan:
"Barangsiapa meninggal dunia (dalam keadaan) tidak berbuat syirik kepada Allah sedikit pun, niscaya akan masuk Surga. Dan barangsiapa meninggal dunia (dalam keadaan) berbuat syirik kepada Allah, niscaya akan masuk Neraka." (HR. Muslim)

Hadits-hadits di atas menegaskan tentang keutamaan tauhid. Tauhid merupakan faktor terpenting bagi kebahagiaan seorang hamba. Tauhid juga merupakan sarana yang paling agung untuk melebur dosa-dosa dan maksiat.

C. MANFAAT TAUHID

Jika tauhid yang murni terealisasi dalam hidup seseorang, baik secara pribadi maupun jama'ah, niscaya akan menghasilkan buah yang amat manis. Di antara buah yang didapat adalah:

Memerdekakan manusia dari perbudakan serta tunduk kepada selain Allah, baik benda-benda atau makhluk lainnya:

Semua makhluk adalah ciptaan Allah. Mereka tidak kuasa untuk menciptakan, bahkan keberadaan mereka karena diciptakan. Mereka tidak bisa memberi manfaat atau bahaya kepada dirinya sendiri. Tidak mampu mematikan, menghidupkan atau membangkitkan.

Tauhid memerdekakan manusia dari segala perbudakan dan penghambaan kecuali kepada Tuhan yang menciptakan dan membuat dirinya dalam bentuk yang sempurna. Memerdekakan hati dari tunduk, menyerah dan menghinakan diri. Memerdekakan hidup dari kekuasaan para Fir'aun, pendeta dan dukun yang menuhankan diri atas hamba-hamba Allah.

Karena itu, para pembesar kaum musyrikin dan thaghut-thaghut jahiliyah menentang keras dakwah para nabi, khususnya dakwah Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam . Sebab mereka mengetahui makna laa ilaaha illallah sebagai suatu permakluman umum bagi kemerdekaan manusia. Ia akan menggulingkan para penguasa yang zhalim dan angkuh dari singgasana dustanya, serta meninggikan derajat orang-orang beriman yang tidak bersujud kecuali kepada Tuhan semesta alam.

Membentuk kepribadian yang kokoh:

Tauhid membantu dalam pembentukan kepribadian yang kokoh. Ia menjadikan hidup dan pengalaman seorang ahli tauhid begitu istimewa. Arah hidupnya jelas, tidak mempercayai Tuhan kecuali hanya kepada Allah. KepadaNya ia menghadap, baik dalam kesendirian atau ditengah keramaian orang. Ia berdo'a kepadaNya dalam keadaan sempit atau lapang.

Berbeda dengan seorang musyrik yang hatinya terbagi-bagi untuk tuhan-tuhan dan sesembahan yang banyak. Suatu saat ia menghadap dan menyembah kepada orang hidup, pada saat lain ia menghadap kepada orang yang mati.
Sehubungan dengan ini, Nabi Yusuf Alaihissalam berkata:
"Hai kedua penghuni penjara, manakah yang lebih baik tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa?" (Yusuf: 39)

Orang mukmin menyembah satu Tuhan. Ia mengetahui apa yang membuatNya ridha dan murka. Ia akan melakukan apa yang membuatNya ridha, sehingga hatinya tenteram. Adapun orang musyrik, ia menyembah tuhan-tuhan yang banyak. Tuhan ini menginginkannya ke kanan, sedang tuhan lainnya menginginkannya ke kiri. Ia terombang-ambing di antara tuhan-tuhan itu, tidak memiliki prinsip dan keteapan.

Tauhid sumber keamanan manusia:

Sebab tauhid memenuhi hati para ahlinya dengan keamanan dan ketenangan. Tidak ada rasa takut kecuali kepada Allah. Tauhid menutup rapat celah-celah kekhawatiran terhadap rizki, jiwa dan keluarga. Ketakutan terhadap manusia, jin, kematian dan lainnya menjadi sirna. Seorang mukmin yang mengesakan Allah hanya takut kepada satu, yaitu Allah. Karena itu, ia merasa aman ketika manusia ketakutan, serta merasa tenang ketika mereka kalut.
Hal itu diisyaratkan oleh Al-Qur'an dalam firmanNya:
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik) mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al-An'am: 82)

Keamaan ini bersumber dari dalam jiwa, bukan oleh penjaga-penjaga polisi atau pihak keamanan lainnya. Dan keamanan yang dimaksud adalah keamanan dunia. Adapun keamanan akhirat maka lebih besar dan lebih abadi mereka rasakan.
Yang demikian itu mereka peroleh, sebab mereka mengesakan Allah, mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah dan tidak mencampuradukkan tauhid mereka dengan syirik, karena mereka mengetahui, syirik adalah kazhaliman yang besar.

Tauhid sumber kekuatan jiwa:

Tauhid memberikan kekuatan jiwa kepada pemiliknya, karena jiwanya penuh harap kepada Allah, percaya dan tawakkal kepadaNya, ridha atas qadar (ketentuan)Nya, sabar atas musibahNya, serta sama sekali tak mengharap sesuatu kepada makhluk. Ia hanya menghadap dan meminta kepadaNya. Jiwanya kokoh seperti gunung. Bila datang musibah ia segera mengharap kepada Allah agar dibebaskan darinya. Ia tidak meminta kepada orang-orang mati. Syi'ar dan semboyannya adalah sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam :

"Bila kamu meminta maka mintalah kepada Allah. Dan bila kamu memohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih)
Dan firman Allah Subhanahu wata'ala :
"Jika Allah menimpakan kemudharatan kepadamu maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri." (Al-An'am: 17)

Tauhid dasar persaudaraan dan persamaan:

Tauhid tidak membolehkan pengikutnya mengambil tuhan-tuhan selain Allah di antara sesama mereka. Sifat ketuhanan hanya milik Allah satu-satunya dan semua manusia wajib beribadah kepadaNya. Segenap manusia adalah hamba Allah, dan yang paling mulia di antara mereka adalah Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam.
D. MUSUH-MUSUH TAUHID

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh. Yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin. Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)." (Al-An'am: 112)

Di antara hikmah dan kebijaksanaan Allah adalah menjadikan bagi para nabi dan du'at tauhid musuh-musuh dari jenis setan-setan jin yang membisikkan kesesatan, kejahatan dan kebatilan kepada setan-setan dari jenis manusia. Hal itu untuk menyesatkan dan menghalangi mereka dari tauhid yang merupakan dakwah utama dan pertama para nabi kepada kaumnya.

Sebab tauhid merupakan asas penting yang di atasnya dibangun dakwah Islam. Anehnya, sebagian orang berasumsi, dakwah kepada tauhid hanya akan memecah belah umat. Padahal justru sebaliknya, tauhid akan mempersatukan umat. Sungguh namanya saja (tauhid berarti mengesakan, mempersatukan) menunjukkan hal itu.

Adapun orang-orang musyrik yang mengakui tauhid rububiyah, dan bahwa Allah pencipta mereka, mereka mengingkari tauhid uluhiyah dalam berdo'a kepada Allah semata, dengan tidak mau meninggalkan berdo'a kepada wali-wali mereka. Kepada Rasulullah yang mengajak mereka mengesakan Allah dalam ibadah dan do'a, mereka berkata:

"Mengapa dia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan." (Shaad: 5)

Tentang umat-umat terdahulu Allah berfirman:

"Demikianlah tidak seorang rasul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengata-kan, 'Dia itu adalah seorang tukang sihir atau orang gila.' Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu. Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas," (Adz-Dzaariyaat: 52-53)

Di antara sifat kaum musyrikin adalah jika mereka mendengar seruan kepada Allah semata, hati mereka menjadi kesal dan melarikan diri, mereka kufur dan mengingkarinya. Tetapi jika mendengar syirik dan seruan kepada selain Allah, mereka senang dan berseri-seri. Allah menyifati orang-orang musyrik itu dengan firmanNya:

"Dan apabila hanya nama Allah saja yang disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, dan apabila nama sesembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati." (Az-Zumar: 45)

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

"Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja yang disembah. Dan kamu percaya apabila Allah diperseku-tukan. Maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar," (Ghaafir: 12)

Ayat-ayat di atas meski ditujukan kepada orang-orang kafir, tetapi bisa juga berlaku bagi setiap orang yang memiliki sifat seperti orang-orang kafir. Misalnya mereka yang mendakwahkan dirinya sebagai orang Islam, tetapi memerangi dan memusuhi seruan tauhid, membuat fitnah dusta kepada mereka, bahkan memberi mereka julukan-julukan yang buruk. Hal itu dimaksudkan untuk menghalangi manusia menerima dakwah mereka, serta menjauhkan manusia dari tauhid yang karena itu Allah mengutus para rasul.

Termasuk dalam golongan ini adalah orang-orang yang jika mendengar do'a kepada Allah hatinya tidak khusyu'. Tetapi jika mendengar do'a kepada selain Allah, seperti meminta pertolongan kepada rasul atau para wali, hati mereka menjadi khusyu' dan senang. Sungguh alangkah buruk apa yang mereka kerjakan.

URGENSI TAUHID

oleh : Syaikh Muhammad Jamil Zainu

Sesungguhnya Allah menciptakan segenap alam agar mereka menyembah kepadaNya. Mengutus para rasul untuk menyeru semua manusia agar mengesakanNya. Al-Qur'anul Karim dalam banyak suratnya menekankan tentang arti pentingnya aqidah tauhid. Menjelaskan bahaya syirik atas pribadi dan jama'ah. Dan syirik meru-pakan penyebab kehancuran di dunia serta keabadian di dalam Neraka.

Semua para rasul memulai dakwah (ajakan)nya kepada tau-hid. Hal ini merupakan perintah Allah yang harus mereka sampaikan kepada umat manusia. Allah I berfirman:

"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya, 'Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku'." (Al-Anbiyaa': 25)

Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam tinggal di kota Makkah selama tiga belas tahun. Selama itu, beliau mengajak kaumnya untuk mengesakan Allah, me-mohon kepadaNya semata, tidak kepada yang lain. Di antara wahyu yang diturunkan kepada beliau saat itu adalah:
"Katakanlah, 'Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun denganNya' (Al-Jin: 20)

Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam mendidik para pengikutnya kepada tauhid sejak kecil. Kepada anak pamannya, Abdullah bin Abbas, beliau bersabda,

"Bila kamu meminta, mintalah kepada Allah dan bila kamu me-mohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih)
Tauhid inilah yang di atasnya didirikan hakikat ajaran Islam. Dan Allah tidak menerima seseorang yang mempersekutukanNya.

Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam mendidik para sahabatnya agar memulai dakwah kepada umat manusia dengan tauhid. Ketika mengutus Mu'adz ke Yaman sebagai da'i, beliau bersabda:

"Hendaknya yang pertama kali kamu serukan mereka adalah bersaksi, 'Sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah,' Dalam riwayat lain disebutkan, 'Agar mere-ka mengesakan Allah'." (Muttafaq 'alaih)

Sesungguhnya tauhid tercermin dalam kesaksian bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Maknanya, tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan tidak ada ibadah yang benar kecuali apa yang di bawa oleh Rasulullah r. Kalimat syahadat ini bisa memasukkan orang kafir ke dalam agama Islam, karena ia adalah kunci Surga. Orang yang mengikrarkannya akan masuk Surga selama ia tidak dirusak dengan sesuatu yang bisa membatalkannya, misalnya syirik atau kalimat kufur.

Orang-orang kafir Quraisy pernah menawarkan kepada Ra-sulullah r kekuasaan, harta benda, isteri dan hal lain dari kesenangan dunia, tetapi dengan syarat beliau meninggalkan dakwah kepada tauhid dan tak lagi menyerang berhala-berhala. Rasulullah tidak me-nerima semua tawaran itu dan tetap terus melanjutkan dakwahnya. Maka tak mengherankan, dengan sikap tegas itu, beliau bersama sege-nap sahabatnya menghadapi banyak gangguan dan siksaan dalam per-juangan dakwah, sampai datang pertolongan Allah dengan keme-nangan dakwah tauhid. Setelah berlalu masa tiga belas tahun, kota Makkah ditaklukkan, berhala-berhala dihancurkan. Ketika itulah beli-au membaca ayat:

"Dan katakanlah yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap." (Al-Israa': 81)

Tauhid adalah tugas setiap muslim dalam hidupnya. Seorang muslim memulai hidupnya dengan tauhid. Meninggalkan hidup ini pula dengan tauhid. Tugasnya di dalam hidup adalah berdakwah dan menegakkan tauhid. Tauhid mempersatukan orang-orang beriman, menghimpun mereka dalam satu wadah kalimat tauhid. Kita memo-hon kepada Allah, semoga menjadikan kalimat tauhid sebagai akhir dari ucapan kita di dunia, serta mempersatukan umat Islam dalam satu wadah kalimat tauhid. Amin.

MACAM-MACAM TAUHID

oleh : Syaikh Muhammad Jamil Zainu

Tauhid adalah mengesakan Allah Subhanahu wata'ala dengan beribadah kepadaNya semata. Ibadah merupakan tujuan penciptaan alam semesta ini. Allah Subhanahu wata'ala berfirman,

"Dan Aku (Allah) tidah menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu." (Adz-Dzaariyaat: 56)

Maksudnya, agar manusia dan jin mengesakan Allah Subhanahu wata'ala dalam beribadah dan mengkhususkan kepadaNya dalam berdo'a.

Tauhid berdasarkan Al-Qur'anul Karim ada tiga macam:

TAUHID RUBUBIYAH

Yaitu pengakuan bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wata'ala adalah Tuhan dan Maha Pencipta. Orang-orang kafir pun mengakui macam tauhid ini. Tetapi pengakuan tersebut tidak menjadikan mereka tergolong sebagai orang Islam. Allah Subhanahu wata'ala berfirman,
"Dan sungguh, jika Kamu bertanya kepada mereka, 'Siapakah yang menciptakan mereka', niscaya mereka menjawab,'Allah'." (Az-Zukhruf: 87)

Berbeda dengan orang-orang komunis, mereka mengingkari keberadaan Tuhan. Dengan demikian, mereka lebih kufur daripada orang-orang kafir jahiliyah.


TAUHID ULUHIYAH

Yaitu mengesakan Allah Subhanahu wata'ala dengan melakukan berbagai macam ibadah yang disyari'atkan. Seperti berdo'a, memohon pertolongan kepada Allah, thawaf, menyembelih binatang kurban, bernadzar dan berbagai ibadah lainnya.

Macam tauhid inilah yang diingkari oleh orang-orang kafir. Dan ia pula yang menjadi sebab perseteruan dan pertentangan antara umat-umat terdahulu dengan para rasul mereka, sejak Nabi Nuh alaihissalam hingga diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wasallam.

Dalam banyak suratnya, Al-Qur'anul Karim sering memberikan anjuran soal tauhid uluhiyah ini. Di antaranya, agar setiap muslim berdo'a dan meminta hajat khusus kepada Allah semata.
Dalam surat Al-Fatihah misalnya, Allah berfirman,
"Hanya Kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah Kami memohon pertolongan." (Al-Fatihah: 5)

Maksudnya, khusus kepadaMu (ya Allah) kami beribadah, hanya kepadaMu semata kami berdo'a dan kami sama sekali tidak memohon pertolongan kepada selainMu.
Tauhid uluhiyah ini mencakup masalah berdo'a semata-mata hanya kepada Allah, mengambil hukum dari Al-Qur'an, dan tunduk berhukum kepada syari'at Allah. Semua itu terangkum dalam firman Allah,
"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku maka sembahlah Aku." (Thaha: 14)

TAUHID ASMA' WA SHIFAT

Yaitu beriman terhadap segala apa yang terkandung dalam Al-Qur'anul Karim dan hadits shahih tentang sifat-sifat Allah yang berasal dari penyifatan Allah atas DzatNya atau penyifatan Rasulullah Subhanahu wata'ala.

Beriman kepada sifat-sifat Allah tersebut harus secara benar, tanpa ta'wil (penafsiran), tahrif (penyimpangan), takyif (visualisasi, penggambaran), ta'thil (pembatalan, penafian), tamtsil (penyerupaan), tafwidh (penyerahan, seperti yang.banyak dipahami oleh manusia) .

Misalnya tentang sifat al-istiwa ' (bersemayam di atas), an-nuzul (turun), al-yad (tangan), al-maji' (kedatangan) dan sifat-sifat lainnya, kita menerangkan semua sifat-sifat itu sesuai dengan keterangan ulama salaf. Al-istiwa' misalnya, menurut keterangan para tabi'in sebagaimana yang ada dalam Shahih Bukhari berarti al-'uluw wal irtifa' (tinggi dan berada di atas) sesuai dengan kebesaran dan keagungan Allah Shallallahu'alaihi wasallam. Allah berfirman,
"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syuura: 11)
Maksud beriman kepada sifat-sifat Allah secara benar adalah dengan tanpa hal-hal berikut ini:
Tahrif (penyimpangan): Memalingkan dan menyimpangkan zhahirnya (makna yang jelas tertangkap) ayat dan hadits-hadits shahih pada makna lain yang batil dan salah. Seperti istawa (bersemayam di tempat yang tinggi) diartikan istaula (menguasai).

Ta'thil (pembatalan, penafian): Mengingkari sifat-sifat Allah dan menafikannya. Seperti Allah berada di atas langit, sebagian kelompok yang sesat mengatakan bahwa Allah berada di setiap tempat.

Takyif (visualisasi, penggambaran): Menvisualisasikan sifat-sifat Allah. Misalnya dengan menggambarkan bahwa bersemayamnya Allah di atas 'Arsy itu begini dan begini. Bersemayamnya Allah di atas 'Arsy tidak serupa dengan bersemayamnya para makhluk, dan tak seorang pun yang mengetahui gambarannya kecuali Allah semata.

Tamtsil (penyerupaan): Menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhlukNya. Karena itu kita tidak boleh mengatakan, "Allah turun ke langit, sebagaimana turun kami ini". Hadits tentang nuzul-nya Allah (turunnya Allah) ada dalam riwayat Imam Muslim.
Sebagian orang menisbatkan tasybih (penyerupaan) nuzul ini kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ini adalah bohong besar. Kami tidak menemukan keterangan tersebut dalam kitab-kitab beliau, justru sebaliknya, yang kami temukan adalah pendapat beliau yang menafikan tamtsil dan tasybih.

Tafwidh (penyerahan): Menurut ulama salaf, tafwidh hanya pada al-kaif (hal, keadaan) tidak pada maknanya. Al-Istiwa' misalnya berarti al-'uluw (ketinggian), yang tak seorang pun mengetahui bagaimana dan seberapa ketinggian tersebut kecuali hanya Allah. Tafwidh (penyerahan): Menurut Mufawwidhah (orang-orang yang menganut paham tafwidh) adalah dalam masalah keadaan dan makna secara bersamaan. Pendapat ini bertentangan dengan apa yang diterangkan oleh ulama salaf seperti Ummu Salamah, Rabi'ah guru besar Imam Malik dan Imam Malik sendiri. Mereka semua sependapat bahwa, "Istiwa' (bersemayam di atas) itu jelas pengertiannya, bagaimana cara/keadaannya itu tidak diketahui, iman kepadanya adalah wajib dan bertanya tentangnya adalah bid'ah."

Senin, 23 Januari 2012

Da'wah Kepada Syahadat "Laa ilaha illa Allah"

Oleh: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Firman Allah Ta'ala:
"Katakanlah: Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) hanya kepada Allah dengan penuh pengertian dan keyakinan. Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang berbuat syirik (kepada-Nya)." (Yusuf: 108)

Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala mengutus Mu'adz ke Yaman, bersabdalah beliau kepadanya:
"Sungguh, kamu akan mendatangi kaum Ahli Kitab, maka hendaklah pertama kali da'wah yang kamu sampaikan kepada mereka ialah syahadat Laa ilaha illa Allah - dalam riwayat lain disebutkan: "Supaya mereka mentauhidkan Allah" - Jika mereka telah mematuhi apa yang kamu da'wahkan itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka telah mematuhi apa yang kamu sampaikan itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka untuk diberikan kepada orang-orang fakir. Dan jika mereka telah mematuhi apa yang kamu sampaikan, maka jauhkanlah dirimu dari harta pilihan mereka, dan jagalah dirimu dari do'a orang mazhlum (teraniaya), karena sesungguhnya tiada suatu tabir penghalang pun antara doanya dan Allah." (H.R. Bukhari dan Muslim)

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula dari Sahl bin Sa'ad radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam semasa perang Khaibar bersabda:
"Demi Allah, niscaya akan kuserahkan bendera (komando perang) ini besok hari kepada orang yang mencintai Allah serta Rasul-Nya dan dia dicintai Allah serta Rasul-Nya; semoga Allah menganugerahkan kemenangan melalui tangannya." Maka semalam suntuk orang-orang pun memperbincangkan siapakah diantara mereka yang akan diserahi bendera itu. Pagi harinya mereka mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masing-masing mengharap untuk diserahi bendera tersebut. Lalu bersabdalah beliau: "Dimanakah 'Ali bin Abu Thalib?" Dijawab: "Dia sakit kedua belah matanya." Mereka pun mengutus seorang utusan kepadanya dan didatangkanlah dia. Lantas Nabi meludah pada kedua belah matanya dan berdoa untuknya, seketika itu dia sembuh seakan-akan tidak pernah terkena penyakit. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyerahkan kepadanya bendera dan bersabda: "Melangkahlah ke depan dengan tenang sampai kamu tiba di tempat mereka, kemudian ajaklah mereka kepada Islam dan sampaikanlah kepada mereka hak Allah Ta'ala dalam Islam yang wajib mereka laksanakan. Demi Allah, bahwa Allah memberi petunjuk satu orang lewat dirimu, benar-benar lebih baik bagimu daripada unta-unta merah."

Unta-unta merah adalah harta kekayaan yang sangat berharga dan menjadi kebanggaan orang Arab pada masa itu.

Kandungan dari tulisan ini:

Da'wah kepada syahadat "Laa ilaha illa Allah" adalah pandangan hidup bagi orang-orang yang mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Diingatkan supaya ikhlas (dalam berda'wah semata-mata karena Allah), karena kebanyakan orang kalau mengajak kepada kebenaran justru ia mengajak kepada (kepentingan) dirinya sendiri.
Mengerti betul dan yakin akan apa yang dida'wahkan adalah termasuk kewajiban.
Termasuk bukti kebaikan tauhid, bahwa tauhid adalah mengagungkan Allah.
Dan diantara keburukan syirik, bahwa syirik adalah merendahkan Allah.
Termasuk masalah yang sangat penting, bahwa seorang muslim perlu dijauhkan dari lingkungan orang-orang yang berbuat syirik, supaya nanti tidak menjadi seperti mereka sekalipun dia belum melakukan perbuatan syirik.
Tauhid adalah kewajiban pertama.
Tauhid adalah yang pertama kali harus dida'wahkan sebelum semua kewajiban yang lain, meskipun kewajiban shalat.
Pengertian "Supaya mereka mentauhidkan Allah" adalah pengertian syahadat.
Seseorang bisa jadi termasuk Ahlul Kitab, akan tetapi dia tidak tahu pengertian "Laa ilaha illa Allah" yang sebenarnya atau mengetahuinya tetapi tidak mengamalkannya.
Perlu diperhatikan metode pengajaran secara bertahap.
Yaitu: dimulai dari masalah yang paling penting, kemudian penting, dan begitu seterusnya.
Salah satu sasaran pembagian zakat ialah orang-orang fakir.
Orang yang berilmu supaya menjelaskan sesuatu yang masih diragukan oleh orang yang sedang belajar.
Berkenaan dengan zakat, dilarang untuk mengambil harta pilihan (termahal harganya).
Supaya menjaga diri dari tindakan zhalim terhadap seseorang.
Diberitahukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa doa orang mazhlum (teraniaya) dikabulkan Allah.
Diantara bukti-bukti tauhid adalah hal-hal yang dialami oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat, seperti: kesulitan, kelaparan, dan wabah penyakit.
Sabda Rasulullah: "Demi Allah, niscaya akan kuserahkan bendera (komando perang ini)...dst" adalah salah satu dari tanda-tanda kenabian beliau.
Sembuhnya kedua belah mata Ali setelah diludahi oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, termasuk pula dari tanda kenabian beliau.
Keutamaan 'Ali radhiyallahu 'anhu.
Keistimewaan para sahabat (karena hasrat mereka yang besar sekali dalam kebaikan dan sikap mereka yang senantiasa berlomba-lomba dalam mengerjakan amal shaleh). Ini dapat dilihat pada perbincangan mereka di malam menjelang perang Khaibar, tentang siapakah diantara mereka yang akan diserahi bendera komando perang, masing-masing mereka agar dirinyalah yang menjadi orang yang memperoleh kehormatan itu.
Iman kepada qadar, karena bendera komando tersebut tidak diserahkan kepada orang yang sudah berusaha, malah diserahkan kepada orang yang tidak berusaha untuk memperolehnya.
Etika di dalam jihad, sebagaimana terkandung dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Melangkahlah ke depan dengan tenang..."
Disyariatkan untuk berda'wah mengajak kepada Islam, sebelum perang.
Syariat ini berlaku pula terhadap mereka yang sudah pernah dida'wahi dan diperangi sebelumnya.
Da'wah dengan cara yang bijaksana, sebagaimana disyaratkan dalam sabda beliau: "...dan sampaikanlah kepada mereka hak Allah Ta'ala dalam Islam yang wajib mereka laksanakan."
Mengetahui hak Allah dalam Islam seperti shalat, zakat, shiyam, dan kewajiban-kewajiban lainnya.
Kemuliaan da'wah dan pahala bagi seorang da'i yang bisa memasukkan satu orang saja ke dalam Islam.
Boleh bersumpah didalam menyampaikan petunjuk.
Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.

Cinta Kepada Allah

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Firman Allah Ta'ala (artinya):

"Dan diantara manusia ada orang-orang yang mengangkat sembahan-sembahan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah." (Al-Baqarah: 165)

"Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai; itu lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (daripada) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya."." (Bara'ah/At-Taubah: 24)

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Ada tiga perkara, barangsiapa terdapat dalam dirinya ketiga perkara itu, dia pasti merasakan manisnya iman, yaitu Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada yang lain; mencintai seseorang tiada lain hanya karena Allah; dan tidak mau kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan Allah darinya sebagaimana dia tidak mau kalau dicampakkan ke dalam api."

Dan disebutkan dalam riwayat lain: "Seseorang tidak akan merasakan manisnya iman, sebelum…" dst.

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anhuma, bahwa ia berkata:

"Barangsiapa mencintai seseorang karena Allah, membenci seseorang karena Allah, membela seseorang karena Allah dan memusuhi seseorang karena Allah, maka sesungguhnya kecintaan dan pertolongan dari Allah hanyalah bisa diperoleh dengan hal tersebut. Dan seorang hamba tidak akan menemukan rasa nikmatnya iman, sekalipun banyak shalat dan shiyamnya, sehingga dia bersikap demikian. Persahabatan di antara manusia pada umumnya didasarkan atas kepentingan dunia, namun hal itu tidak berguna sedikitpun bagi mereka."

Ibnu 'Abbas, dalam menafsirkan firman Allah Ta'ala: "... dan putuslah hubungan antara mereka sama sekali." (Al-Baqarah: 166), ia mengatakan: "yaitu kasih sayang."

Kandungan tulisan ini:

Tafsiran ayat dalam surah Al-Baqarah. Ayat ini menunjukkan barangsiapa mempertuhankan selain Allah dengan mencintainya seperti mencintai Allah maka dia adalah musyrik.
Tafsiran ayat dalam surah Bara'ah/At-Taubah. Ayat ini menunjukkan bahwa cinta kepada Allah dan cinta kepada yang dicintai Allah wajib didahulukan di atas segala-galanya.
Wajib mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih daripada kecintaan terhadap diri sendiri, keluarga dan harta benda.
Pernyataan "tidak beriman", bukan berarti keluar dari Islam, (tetapi artinya ialah tidak beriman sempurna).
Bahwa iman ada rasa manisnya, kadangkala dapat diperoleh seseorang dan kadangkala tidak.
Disebutkan empat sikap yang merupakan syarat mutlak untuk memperoleh kewalian dari Allah, dan seseorang tidak akan menemukan rasa nikmatnya iman kecuali dengan keempat sikap itu.
Pemahaman Ibn 'Abbas terhadap realita, bahwa hubungan persahabatan pada umumnya didasarkan atas kepentingan duniawi.
Tafsiran ayat: "... dan terputuslah segala hubungan antara mereka sama sekali." Ayat ini menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang yang telah dibina orang-orang musyrik di dunia akan terputus sama sekali ketika di akherat, dan masing-masing dari mereka akan melepaskan diri darinya.
Disebutkan bahwa di antara orang-orang musyrik ada yang mencintai Allah dengan kecintaan yang sangat.
Ancaman terhadap seseorang yang kedelapan perkara tersebut di atas (orang tua, anak-anak, saudara, isteri, kaum keluarga, harta kekayaan, perniagaan dan tempat tinggal) lebih dicintainya daripada agamanya.
Memuja selain Allah dengan mencintainya sebagaimana mencintai Allah, itulah syirik akbar.
Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.

Barang Siapa yang Mengamalkan Tauhid dengan Semurni-murninya Pasti Masuk Surga Tanpa Hisab

Oleh: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Firman Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang menjadi teladan, senantiasa patuh kepada Allah dan menghadapkan diri (hanya kepada-Nya); dan sama sekali ia tidak pernah termasuk orang-orang yang berbuat syirik (kepada Allah)." (An-Nahl: 120)

"Dan orang-orang yang mereka itu tidak berbuat syirik (sedikitpun) kepada Tuhan mereka." (Al- Mu'minun: 59)

Hushain bin 'Abdurrahman menuturkan:
"Suatu ketika aku berada di sisi Sa'id bin Jubair, lalu ia bertanya: Siapakah diantara kalian melihat bintang yang jatuh semalam? Aku pun menjawab: Aku. Kemudian kataku: Ketahuilah, sesungguhnya aku ketika itu tidak dalam keadaan shalat, tetapi terkena sengatan kalajengking. Ia bertanya: Lalu apa yang kamu perbuat? Jawabku: Aku meminta ruqyah. Ia bertanya lagi: Apakah yang mendorong dirimu untuk melakukan hal itu? Jawabku: Yaitu: sebuah hadits yang dituturkan oleh Asy-Sya'bi kepada kami. Ia bertanya lagi: Dan apakah hadits yang dituturkan kepadamu itu? Kataku: Dia menuturkan kepada kami hadits dari Buraidah ibn Al-Hushaib: "Tidak boleh ruqyah karena 'ain atau terkena sengatan..."
Sa'id pun berkata: Sungguh telah berbuat baik orang yang mengamalkan apa yang telah didengarnya; tetapi Ibnu 'Abbas menuturkan kepada kami hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: "Telah dipertunjukkan kepadaku umat-umat. Aku melihat seorang nabi, bersamanya beberapa orang; dan seorang nabi, bersamanya satu dan dua orang; serta seorang nabi, dan tak seorangpun bersamanya. Tiba-tiba ditampakkan kepadaku suatu jumlah yang banyak; akupun mengira bahwa mereka itu adalah umatku, tetapi dikatakan kepadaku: Ini adalah Musa bersama kaumnya. Lalu tiba-tiba aku melihat lagi suatu jumlah besar pula, maka dikatakan kepadaku: ini adalah umatmu, dan bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang yang mereka itu masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Kemudian bangkitlah beliau dan segera memasuki rumahnya. Maka orang-orangpun memperbincangkan tentang siapakah mereka itu. Ada diantara mereka yang berkata: Mungkin saja mereka itu yang menjadi sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ada lagi yang berkata: Mungkin saja mereka itu orang-orang yang dilahirkan dalam lingkungan Islam, sehingga tidak pernah mereka berbuat syirik sedikitpun kepada Allah. Dan mereka menyebutkan lagi beberapa perkara. Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar, mereka memberitahukan hal tersebut kepada beliau. Maka beliau bersabda: Mereka itu adalah orang-orang yang tidak meminta ruqyah, tidak meminta supaya lukanya ditempel dengan besi yang dipanaskan, tidak melakukan tathayyur dan mereka pun bertawakkal kepada Tuhan mereka. Lalu berdirilah 'Ukasyah bin Mihshan dan berkata: Mohonkanlah kepada Allah agar aku termasuk golongan mereka. Beliau menjawab: kamu termasuk golongan mereka. Kemudian berdirilah seorang yang lain dan berkata: Mohonkanlah kepada Allah agar aku juga termasuk golongan mereka. Beliau menjawab: Kamu sudah kedahuluan 'Ukasyah." (HR Bukhari dan Muslim)

Ruqyah, maksudnya disini ialah penyembuhan dengan pembacaan ayat-ayat Al Qur'an atau do'a-do'a.
'Ain ialah pengaruh jahat yang disebabkan oleh rasa dengki seseorang melalui matanya; disebut juga kena mata.
Tathayyur ialah merasa pesimis, merasa bernasib sial, atau beramal nasib buruk, karena melihat burung, binatang lainnya atau apa saja.

Kandungan tulisan ini:

Mengetahui adanya tingkatan-tingkatan manusia dalam tauhid.
Pengertian mengamalkan tauhid dengan semurni-murninya.
Sanjungan Allah Ta'ala kepada Nabi Ibrahim, karena sama sekali tidak pernah termasuk orang-orang yang berbuat syirik kepada Allah.
Sanjungan Allah kepada para tokoh wali (sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam), karena bersihnya diri mereka dari perbuatan syirik.
Tidak meminta ruqyah, tidak meminta supaya lukanya ditempel dengan besi yang dipanaskan dan tidak melakukan tathayyur adalah termasuk pengamalan tauhid yang murni.
Bahwa tawakkal kepada Allah Ta'ala adalah sifat yang mendasari sikap tersebut.
Dalamnya ilmu para sahabat karena mereka mengetahui bahwa orang-orang yang dinyatakan dalam hadits tersebut tidak dapat mencapai derajat dan kedudukan yang demikian itu kecuali dengan amal.
Gairah dan semangat para sahabat untuk berlomba-lomba dalam mengerjakan amal kebaikan.
Keistimewaan umat Islam, dengan kuantitas dan kualitas.
Keutamaan pengikut Nabi Musa.
Umat-umat telah ditampakkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Setiap umat dikumpulkan sendiri-sendiri bersama nabinya.
Bahwa sedikit orang yang mengikuti seruan para nabi.
Nabi yang tidak mempunyai pengikut, datang sendirian pada hari Kiamat.
Buah dari pengetahuan ini adalah: tidak silau dengan jumlah yang banyak dan tidak merasa kecil hati dengan jumlah yang sedikit.
Diperbolehkan melakukan ruqyah karena terkena 'ain atau sengatan.
Dalamnya pengertian kaum Salaf, dapat dipahami dari kata-kata Sa'id bin Jubair: "Sungguh telah berbuat baik orang yang mengamalkan apa yang telah didengarnya; tetapi...dst." Dengan demikian jelaslah bahwa hadits pertama tidak bertentangan dengan hadits kedua.
Kemuliaan sifat kaum Salaf karena ketulusan hati mereka, dan mereka tidak memuji seseorang dengan pujian yang dibuat-buat.
Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Kamu termasuk golongan mereka", adalah salah satu dari tanda-tanda kenabian beliau.
Keutamaan 'Ukasyah.
Penggunaan kata sindiran. Karena beliau bersabda kepada seorang yang lain: "Kamu sudah kedahuluan 'Ukasyah" dan tidak bersabda kepadanya: "Kamu tidak pantas untuk dimasukkan ke dalam golongan mereka."
Keelokan budi pekerti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.